SEJARAH FOTOGRAFI DUNIA :
Sejarah fotografi saat ini, berhutang banyak pada beberapa nama yang memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi perkembangan fotografi dari era analog sampai era digital seperti sekarang ini.
Kata “Photography” dipresentasikan pertama kali secara luas pada tahun 1839. Photography berasal dari dua kata bahasa Yunani, yaitu :
Photos : Light ( Cahaya )
Grafos : Writing ( Menulis )
Sehingga Photography memiliki makna yakni, Menulis atau Melukis dengan Cahaya.
Ketika teknologi seni foto terus berkembang bersama dengan kemajuan manusia, ilmu sangat penting bagi menjamin mutu kerja seorang seniman foto (Photografer). Dalam buku “The History of Photography” karya Alma Davenport, terbitan University of New Mexico Press tahun 1991, disebutkan bahwa pada abad ke-5 Sebelum Masehi (SM), seorang lelaki berkebangsaan Cina bernama Mo Ti sudah mengamati sebuah gejala fotografi. Apabila pada dinding ruangan yang gelap terdapat lubang kecil (pinhole), maka di bagian dalam ruang itu pemandangan yang ada di luar akan terefleksikan secara terbalik lewat lubang tadi.
Selang beberapa abad kemudian, banyak ilmuwan menyadari serta mengagumi fenomena pinhole tadi. Bahkan pada abad ke-3 SM, Aristoteles mencoba menjabarkan fenomena pinhole tadi dengan segala ide yang ia miliki, lalu memperkenalkannya kepada kyalayak ramai. Aristoteles merentangkan kulit yang diberi lubang kecil, lalu digelar di atas tanah dan memberinya jarak untuk menangkap bayangan matahari. Dalam eksperimennya itu, cahaya dapat menembus dan memantul di atas tanah sehingga gerhana matahari dapat diamati. Khalayak pun dibuat terperangah.
Selanjutnya, pada abad ke-10 Masehi, seorang ilmuwan muslim asal Irak yang bernama Ibnu Al-Haitham juga menemukan prinsip kerja kamera seperti yang ditemukan Mo Ti. Ia pun mulai meneliti berbagai ragam fenomena cahaya, termasuk sistem penglihatan manusia. Lalu, Haitham bersama muridnya, Kamal ad-Din, untuk pertama kali memperkenalkan fenomena obscura kepada orang-orang di sekelilingnya. Waktu itu, obscura yang ia maksud adalah sebuah ruangan tertutup yang di salah satu sisinya terdapat sebuah lubang kecil sehingga seberkas cahaya dapat masuk dan membuat bayangan dari benda-benda yang ada di depannya. Tak heran, pada abad ke-11 M, orang-orang Arab sudah memakainya sebagai hiburan dengan menjadikan tenda mereka sebagai kamera obscura.
Kemudian kamera obscura mulai diteliti lagi oleh Leonardo da Vinci, seorang pelukis dan ilmuwan, pada akhir abad ke-15. Ia menggambar rincian sistem kerja alat yang menjadi asal muasal kata "kamera" itu dan mulai menyempurnakannya.
Leonardo da Vinci menunjukkan cara kerja Camera Obscura
Camera Obscura (kamar yang digelapkan) pada lukisan Leonardo da Vinci menggambarkan seorang seniman sedang berada dalam sebuah kamar, cahaya yang menerobos ke dalam lubang ditangkap oleh suatu bidang dan merefleksikan obyek di depan lubang, bayangan tersebut menjadi panduan si seniman untuk melukis gambarnya. Dari sinilah perkembangan dunia fotografi terus berkembang seiring perkembangan teknologi sampai saat ini.
SEJARAH FOTOGRAFI MASUK KE INDONESIA :
Sejarah fotografi masuk ke Indonesia tidak lepas dari momen dan kaitannya dengan politik-sosial yang terjadi di Indonesia. Fotografi mulai masuk di Indonesia pada tahun 1840, dibawa oleh seorang petugas media, Jurrian Munich yang berasal dari Belanda. Ia yang membawa fotografi kepada Indonesia. Pada saat itu Munich diberi tugas untuk mengabadikan tanaman-tanaman serta kondisi alam dan geografis yang ada di Indonesia, itu adalah salah satu cara untuk mendapatkan informasi seputar kondisi alam yang ada di Nusantara pada saat itu. Sejak saat itu, kamera menjadi bagian dari teknologi modern yang dipakai Pemerintah Belanda untuk menjalankan kebijakan barunya. Penguasaan dan kontrol terhadap tanah jajahan tidak lagi dilakukan dengan membangun benteng pertahanan atau penempatan pasukan dan meriam, melainkan dengan cara menguasai teknologi transportasi dan komunikasi modern. Dalam kerangka ini, fotografi menjalankan fungsinya lewat pekerja administratif kolonial, pegawai pengadilan, opsir militer, dan misionaris.
Singkat cerita pada akhirnya Munich dituliskan dalam sejarah “Kali Madioen”, saat ia memotret alam di Jawa Tengah. Karyanya menjadi salah satu karya foto Munich yang dianggap paling sukses saat itu. Tugas diteruskan kepada Adolf Schaefer yang tiba di Batavia (sekarang Jakarta) pada tahun 1844. Schaefer juga berhasil memotret objek-objek foto patung Hindu-Jawa dan foto Candi Borobudur. Sampai akhirnya dua bersaudara asal Inggris, Albert Walter Woodbury dan James Page datang ke Indonesia pada tahun 1857 yang menjadi titik terang dimulainya sejarah pendokumentasian Indonesia secara lengkap. Foto-foto yang dihasilkan kedua bersaudara ini adalah upacara-upacara tradisional, suku-suku pedalaman dan bangunan-bangunan kuno di Indonesia.
Foto Jembatan Manguharjo Madiun (1940)
Dibutuhkan waktu hampir seratus tahun bagi bangsa ini untuk benar-benar mengenal dunia fotografi. Masuknya Jepang pada tahun 1942 telah menciptakan kesempatan bagi bangsa Indonesia untuk menyerap teknologi ini. Demi kebutuhan propagandanya, Jepang mulai melatih orang Indonesia menjadi fotografer untuk bekerja di kantor berita mereka, Domei. Pada saat itulah muncul nama Mendur Bersaudara. Merekalah yang membentuk imaji baru tentang bangsa Indonesia.
Lewat fotografi, Mendur bersaudara berusaha menggiring mental bangsa ini menjadi bermental sama tinggi dan sederajat. Frans Mendur bersama kakaknya, Alex Mendur, juga menjadi icon bagi dunia fotografer nasional. Mereka kerap merekam peristiwa-peristiwa penting bagi negeri ini, salah satunya adalah mengabadikan detik-detik pembacaan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Inilah momentum ketika fotografi benar-benar “sampai” ke Indonesia, ketika kamera berpindah tangan dan orang Indonesia mulai merepresentasikan dirinya sendiri.
Sampai akhirnya kini fotografi menjadi sebuah karya dan kitab peradabaan cahaya masa lalu dan masa kini bagi orang-orang yang tak lelah untuk terus mengabadikan segala bentuk peristiwa yang nantinya menjadi sejarah bangsa Indonesia.
Edited by : Pringgadani Ananta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar